Kamis, 20 Oktober 2016

Mbah Demang


- Berkunjung ke makam Eyang Demang Kusuma -
Batu kali yang di ambil dari tempat goa pertapaan Eyang Demang Kusama atau Mbah Demang , yang di prakarsai oleh Samsul Hadi Siswoyo ( Eks.Bupati Jember ) pada tahun 1998 . Salah satu tempat sejarah di dusun Sembah, 500m dri titik nol kilometer yg sempat di kelola oleh seorang supranatural Kebumen.,Jawa Tengah .
Pada tanggal 2 Oktober 2015 adalah kunjungan akhir dan pertama kali saya disana. Wajahnya bersih tampak sumringah, suaranya lembut dan masih tegas, sebagian rambut yang beruban di gelungnya dengan potongan kain borcorak batik berwarna hijau tua.
Adalah Umi Kulsum, perempuan berusia 83 tahun, yang setia sampai saat ini menjaga makam Mbah Demang sejak tahun 1988. Menurut tuturnya, Mbah Demang adalah orang berasal Jawa Tengah yang di utus oleh Wali untuk babat alas dan menyiarkan agama Islam di Jember. Tidak ada catatan yang tertulis kapan Mbah Demang mulai babat alas atau membuka hutan di Jember sebab sejarah Mbah Demang hanya di sampaikan secara lisan, begitupun dengan kisah Suro Nganti kakak Mbah Demang, penjaga alas Purwo-Banyuwangi.
Menjadi juru kunci memang tak semudah membalikkan tangan, semuanya itu harus melalui proses panjang dan rumit. Umi Kulsum sendiri pada saat di pilih menjadi juru kunci mendalami bekal dirinya, mengenai dzikir dan do'a Umi Kulsum memperdalam ilmunya dan berguru pada KH. As'at Syamsul Arifin di Sukorejo, Situbondo. Begitu tutur Umi Kulsum saat kami ngobrol di bawah naungan pohon bambu tepat di pinggir sumur tempat Mbah Demang melakukan pertapaanya dulu.
Makam Mbah Demang bisa di jumpai di dekat persawahan yang tidak jauh dari sungai Jompo. Akses menuju makam tidak sesulit dulu yang harus menyebrangi sungai, kini akses ke makam lebih gampang dengan jalan pintas yang melewati perkampungan Kauman.
Sampai disini dulu kawan-kawan tulisan mengenai Mbah Demang yang berada di daerah Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang.
Berikut photo yang di jepret pada tanggal 2 Oktober 2015. 14:39 olehFirdauz Pradana.

Dokumen.Pribadi. Makam Mbah Demang.

Dokumen. Pribadi. Mkam Mbah Demang.

Kreongan Dalam Catatan Saya


- Catatan singkat tentang analisa sejarah Kreongan -
Menggali sejarah memang tidak semudah membalikkan tangan, dalam prosesnya membutuhkan waktu yang panjang, keuletan, kesabaran, harus awas dan pastinya selalu siap di hadapkan pada hal-hal yang rumit. Sebab penulis hidup berada pada posisi jauh sesudah apa yang telah terpendam. Alhasil tidak serta merta langsung mendapat respon dengan baik, wajar.
R. Moh. Ali, Dalam catatanya berkomentar, bahwa sejarah adalah ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian-kejadian, dan peristiwa yang merupakan realitas masa lalu. Begitu juga dengan Beneditto Croce, ia mengartikan sejarah adalah cerita yang menggambarkan suatu pikiran yang hidup tentang masas lalu. Pada intinya keduanya mempunyai pandangan yang sama dalam menelaah sejarah, hanya saja versi tulisannya saja yang berbeda.
Tak bisa saya membayangkan, bagaimana seandainya di bumi ini tanpa ada seorangpun yang sudi menulis ?, tentunya, apa yang nanti yang akan kita baca. Yang pasti proses pembelajaranya dengan melalui lisan, pertanyaanya, bagaimana dengan otak kita? masih mampukah menyimpan ribuan bahkan milyaran ilmu sedangkan setiap menit manusia di hadapkan pada kesemrawutan ekonomi dan masalah-masalah lainya. Dalam hal ini, saya pribadi berkesimpulan bahwa sejarah memang suatu hal yang amat penting di pelajari untuk mengahadapi situasi dan kondisi di masa yang akan datang.
Di Edisi kali ini saya mencoba akan menuliskan kembali tentang apa yang sudah kami proses sebelumnya ( Metode shering dan mencari nara sumber yang tepat serta dengan membuka lebar-lebar jangkauan dan relasi ). Sebagai referensinya llhasil, sebagai berikut :
- Mengacu pada pembangunan Stasiun Jember, Kreongan sudah ada sejak tahun 1897. Mengingat bahwa letak stasiun berada pada wilayah Kreongan.
- Pada tanggal 6 Sepetember 2015, saya pernah menulisnya sebelumnya di Blog saya, Katreka.blogspot.com. Tentang rumah pertama yang ada di daerah Baratan, yaitu rumah milik Mbah Sakidun Salikoh ( Petinggi Desa Baratan pertama ) yang didirikan pada tahun 1830. Waktu itu, Kreongan termasuk wilayah kekuasaanya.
Di atas adalah dua catatan saya pribadi sebagai patokan bahwa adanya Kreongan sekitaran tahun 1830 - 1897. Patokan pertama ( stasiun, 1897 ) informasi saya dapatkan di Ensiklopedia Jember sedangkan catatan kedua ( Rumah petinggi, 1830 ) saya dapatkan dari hasil tanya jawab dengan Eyang Sukmini, putri dari Eyang Merto ( anak ke empat dari Mbah Sakidun Salikoh ) Usia Eyang Sukmini sekarang 103 tahun. Daya ingatnya masih terbilang kuat, terakhir kami menjumpainya saat beliau berjemur di depan rumah miliknya.
Asal usul nama Kreongan, ...
- Nama Kreongan sendiri berasal dari Ngreong dalam bahasa Maduranya yang berarti Ramai.

Sampai disini tulisan dari saya. Selamat membaca dan berngopi-ngopi ria ...
Berikut photo, Buyut Satria ( Babat alas bumi Kreongan ) yang terletak di belakang stadion Noto Hadi Negoro, Kreongan, yang di jepret pada tanggal 8 Oktober 2016. 1:29 oleh saudara Refsi Eroska. Makam Buyut Satria untuk bahan tulisan selanjutnya .





Dokumen.pribadi. Makam Buyut Satria.


Selasa, 18 Oktober 2016

Bulan Purnama


Tanggal 15-17 Oktober 2016.

Dari bilik cendela kamar aku melihat bulan itu tampak tak bergairah. Sinarnya tak seperti malam-malam sebelumnya yang memancarkan dengan terangnya. Sekilas aku ingat ucapan Kakekku, dulu sewaktu aku kecil dia pernah bilang, " iku bulan gerring jenenge. Itu bulan sakit namanya" katanya padaku. Ow, bulan saja bisa sakit apa lagi manusia ya ?, gumamku dalam hati.

Waktu itu aku masih usia enam tahunan, tahu apa aku tentang bulan gerring ?. Dunia anak-anak selalu saja dengan gampang menerima suatu hal yang aneh-aneh. Jika pas ada yang bilang pasti ia menjawab "Oh atau Hmm ", yah itulah dunia anak-anak, tiada bisa membedakan bulan sakit atau bulan waras, yang mereka tahu " kalau bulat muncul di malam hari itu bulan, gak ada lagi ".

Sebenarnya bulan gerring atau bulan sakit itu kan  hanyalah istilah orang zaman bahula. Orang tua zaman dulu sangat peka dalam kondisi, padahal tujuannya agar supaya anak tidak ngelamak sama siapa saja. Semisal begini, " Lek mangan ojok nok lawang, atau lek longgoh ojok nok bantal, atau bla...bla...bla... ".

Dalam hemat saya, ketika bulan gerring datang, adalah mempunyai makna agar supaya si anak tidak keluyuran pada malam hari, dengan maksud anak di harapkan diam dirumah membantu pekerjaan orang tua atau agar tidak capek di keesokan harinya waktu hendak beraktivitas. Itu fersi saya memaknai bulan gerring.

Dalam catatan yang lain menyebutkan bahwa bulan purnama adalah dimana bulan terlihat bundar utuh. Masa purnama adalah masa dimana seluruh kehidupan di bumi di pengaruhi sampai ke titik puncaknya, dalam arti yang masa baik dan masa buruk.

Duh, saya bingung sendiri ya...

Dari pada bingung-bingung, di bawah ini saya akan lampirkan satu buah gambar yang di Jepret oleh Pak Imam Z Belalang Tempur ( nama akun facebook ) pada tanggal 17 Oktober 2016. 19.00. Ia mengirimkan gambar bulan di kolom komentar yang ada di facebook saya, M Budi Hartono.


Dokumen Pribadi. 17 Oktober 2016. 
Hasil karya Pak Imam Z Belalang Tempur ( seorang photografer dari bumi Kalisat )


Kamis, 13 Oktober 2016

Seniman Batik Jember


- Seniman batik di Desa Kreongan -
Batik merupakan hasil kreatif para seniman. Di Jember sendiri sepengetahuan saya ada dua rumah batik, di antaranya Batik Rolla dan batik Sumber Jambe, tepatnya di Desa Sumber pakem, Kecamatan Sumber Jambe dan Desa Kreongan, kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang.
Sejarah batik belum pernah tercatat sejak kapan awal mula kegiatan membatik di Jember di mulainya. Tapi yang jelas pada tahun 2010 produsen batik Rolla mengangkat kembali motif batik Jember.
Kolaborasi motif tembakau, kopi dan kakao adalah sebuah motif yang di ambil dari icon Jember, mengingat bahwa tembakau Jember telah terkenal sampai manca negara.
Di Kreongan sendiri rumah produksi batik sudah banyak yang mengetahui baik wisatawan luar maupun dalam.
Nah, buat kawan-kawan yang ingin belajar membatik atau hanya sekedar ingin tahu lebih jelas bagaimana proses membatik, bisa langsung datang di Jalan Mawar, di Dusun Kreongan, Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember, Jawa Timur Indonesia.

Dokumen Pribadi. Batik Jember 13 Oktober 2016. 14.15 WIB



Catatan singkat Moch. Sroedji


- Obrolan semalam bersama Ayah Tilud -
Semalam Unyil Kpj menemani saya di Kreongan, dengan mengendarai motor Honda setengah lawas, kami menyusuri jalan yang remang-remang, Di sebuah gang persis di depan sumermarket beberapa kawan lama disana cangkrok dan menyapa mungkin mereka sudah menghabiskan bercangkir-cangkir kopinya di sebuah kedai yang sederhana. Ya, sepertinya kedai itu suatu tempat yang cocok dan ternikmat untuk menikmati malam yang sedikit berhawa dingin.
Singkat cerita, ...
Banyak cerita yang saya ambil darinya, dari kisah perjalanan hidup yang penuh banyak warna, juga mengenai beberapa akun facebook yang lagi di gencarkan, juga tentang perjuangan serta bangunan-bangunan jaman bahula, juga sampai obrolan berat mengenai supranatural.
Obrolan bertempo paling lama semalam tentang kisah pejuang, kepahlawanan. Entah sudah berapa batang rokok yang kami hisap sampai tak terasa waktu menunjukan pukul dua belasan.
Kira-kira begini salah satu obrolan saya dengan Ayah Tilud semalam ...
" Oia, Mas, Di tunjung kan ada makamnya Moch. Sroedji, kenapa kok gak di tulis ? " tanya Ayah Tilud singkat sembari menyulut sebatag rokok lagi yang masih utuh, kedua matanya memandang saya tajam-tajam menembus cahaya remang di ruang tamunya.
Sejenak saya terdiam sambil merunut apa yang di ungkapkannya. Sementara bibir saya masih aktif menghambur-hamburkan asap rokok yang sebelumnya saya hisap dalam-dalam. Ayah Tilud mengejutkan lamunanku dengan mengkisahkan Bapaknya yang sudah di pundut Gusti Allah beberapa tahun yang lalu.
" Bapak saya juga pernah ikut perang Mas, waktu itu Bapak hanya bercerita pendek tentang pengalaman yang di alaminya pada saya. Sambil menunjuk paha kanannya yang sempat tertembak dia bilang begini, -Iki loh le biyen bapak kenek tembak ikine, biyen tau bolong tapi syukur Bapak sek di ke'i umur dowo " Begitu kiranya Ayah Tilud melanjutkan ceritanya menirukan bahasa Bapaknya.
Begitu cerita di atas, semalam bersama Ayah Tilud.
Ayah Tilud sedikit ada catatan singkat yang pernah saya tulis di buku harian saya. Sebuah catatan hasil belajar yang saya ambil dari beberapa catatan-catatan yang ada dan saya merangkumnya.
Maaf sebelumnya jika tulisan saya kali ini sedikit panjang dan melebar.
- Moch. Sroedji putra ke 2 dari pasangan Amni dan Hasan ( Bupati Bangkalan )
- Moch Sroedji lahir di Bangkalan tanggal 1 February 1915.
- Mempunyai saudara namnya : Zubaidah, Mardiyah, Fatimah, dan Aminah.
- Tanggal 28 September 1939, Moch. Sroedji menikah bersama Rukmini ( Putri dari Bapak Tajib dan Ibu Muryam )
- Tinggal di Kreongan di antara tahun 1938 - 1943 dan kerja sebagai mantri di RS Paru-paru, Jember.
- Meninggalkan Jember dan ikut pendidikan PETA ( Pembela Tanah Air ), tanggal 15 Oktober 1943.
- Setelah lulus pendidikan PETA, Moch Sroedji kembali ke Jember dengan gelar Chwdan Choo = Perwira menengah PETA.
- Moch. Sroedji membentuk Daidan atau Batalyon.
-Moch Sroedji menjabat sebagai Komandan Batalyon Sroedji Resimen IV / TKR Divisi VII Untung Suropati yang berpusat di Kencong. Divisi alap-alap di Kencong.
- 8 February 1949 Gugur di Karang kedawung, Mumbulsari. Jenazah di bawa ke Kreongan oleh KH. Ahmad Dahnan dan selanjutnya di makamkan. ( Sebelum di bawa ke Kreongan mayat Moch. Sroedji di seret 40km dari Mumbulsari ke alun-alun Jember, dan di sembunyikan oleh Belanda sebelumnya di hotel Jember ).





N/b : Makam Let.Kol Moch Sroedji, dapat Anda jumpai di pemakaman umum di daerah Tunjung, Kreongan.





Berikut saya lampirkan foto makam Moch. Sroedji, yang saya jepret pada tanggal 26 Januari 2016, 15:38 WIB.




Dokumen.Pribadi. 26 Oktober 2016.

Dokumen. Pribadi. 26 Oktober 2016.

Dokumen. Pribadi 26 Oktober 2016.





Angkot Jurusan Kreongan

- Lin C -

" Mon entarah ka compok empian nompak lin C beih, ngocak ka sopir toron Pabrik Es nekah gih ..." Begitu kata saya dulu pada Bapak teman saya. 

Akses menuju Kreongan sekarang tidak begitu sulit seperti zaman dulu sewaktu saya masih SMP. Seingat saya, angkutan umum seperti ellin ( kata orang Madura ) sulit di jumpai, atau mungkin ellin baru masuk Kreongan setelah tahun 1999/ 2000 an atau bisa jadi masa - masa sekolah saya itu yang memang udik. hehe ...

Selain Lin C, Anda juga dapat menggunakan Lin P , Jalur yang di lewatinya sama, hanya saja jika Lin P di mulai dari terminal Ajung sedangkan Lin C dari terminal tawang alun, yaitu dari Terminal Tawang alun terus lurus melewati alun-alun kota, sampai di pertigaan SMP 2 lin akan belok kiri menju jalur satsiun kota, sampai di pertigaan pasar contong, lin belok kiri lalu belok kanan melewati rel kereta api terus lurus sampai menuju perumnas yang sebelumnya melewati rumah sakit Dr. Soebandi.

Perlu di ketahui, di sepanjang jalan Mawar dan Nusa Indah itulah Anda akan melihat deretan toko-toko dan rumah-rumah penduduk Kreongan yang kini tampak semakin padat. Sebuah Dusun kecil yang menyenangkan.

Selamat Jer- aglejeran di Kreongan.


Di bawah ini adalah angkutan umum jurusan Kreongan.  Photo saya ambil dari goggle, tanggal 13 Oktober 2016.


Senin, 10 Oktober 2016

Menengok Peninggalan Belanda

- Kampung puteran, Kreoangan -

Jika Anda berkunjung di kampung saya, tepatnya di belakang SMP 10 Jember, di situ dapat di jumpai bangunan tua peninggalan Belanda, warga di kampung saya menyebutnya puteran.

Puteran di bangun bersamaan dengan stasiun Jember yaitu pada tahun 1897. Pada tahun 1910 puteran mengalami perbaikan diatasnya, tepat pada tempat untuk memutar arah lokomotif. Memang yang saya tahu bangunan ini berfungsi untuk memutar arah lokomotif sampai sekarang.

Beberapa hari yang lalu tepatnya pada tanggal 8 Oktober 2016 sore hari, saya meyempatkan diri bermain-main di situ, tempat dulu saya dan teman-teman bermain pak tekong dan gobak sodor di setiap sore.

Lagi iseng-isengnya, saya mendapati angka-angka yang tertera pada badan rel.

Pada rel yang melingkar dan berfungsi sebagai lintasan untuk memutar lokomotif tertera tahun 1913. Sedangkan rel di atas yang berfungsi sebagai lintasan lokomotif atau rel lurus tertera tahun 1919. Saya tidak begitu paham apakah kedua tahun itu ( 1913 dan 1919 ) menandakan penempatan dan rampungnya rel atau tahun dimana rel tersebut di produksi.

Dokumen pribadi. Rel kereta
8 Oktober 2016, sore hari.




Jejak kaki pada lantai ...

Pada lantai saya juga menemukan jejak-jejak kaki tanpa menggunakan alas kaki ( sandal, sepatu ), di perkirakaran jejak kaki ini adalah jejak kaki para kuli yang ikut dalam proses pembangunan puteran tersebut dan juga di perkirakan sudah berusia seabad lebih usianya mengingat sampai saat ini ( 1897- 2016 ) kondisi lantai belum sama sekali di rehabilitasi .

Dokumen. pribadi. Jejak kaki para kuli 
8 Oktober 2016, sore hari.

Dokumen pribadi. Jejak kaki para kuli
8 Oktober 2016, sore hari


Kolong air ...

Ada juga kolong air, yang berfungsi sebagai pencegah dari genangan air agar tidak banjir. Menurut warga setempat, kolong ini mempunyai panjang -+ 1km dan berujung pada sungai bromo ( di kawasan Ponpes Darussalam )

Dokumen pribadi. Kolong air.
8 Oktober 2016, sore hari.


Mengenai penamaan Kampung Puteran,

Sebelumnya kampung saya bernama Wonorejo, entah saya tidak tahu sejak kapan Kampung saya, banyak orang kini lebih mengenalnya Kampung Puteran. Sepengetahuan saya kenapa ada Kampung Puteran, karena di tengah-tengah kampung saya ada puteran lokomotif. Mungkin dari situ istilah Kampung Puteran sampai saat ini menjadi salah satu icon di kampung saya.
Sepertinya sekian dulu tulisan saya mengenai sejarah Kampung Puteran. Dimana suatu kampung kecil yang menyenangkan.
Sangat indah jika sore hari cangkrok disini sambil menikmati secangkir kopi.
Photo di jepret pada Hari Jum'at, tanggal 8 Oktober 2016, 22:34.

Dokumen pribadi. Nostalgia di kampung
8 Oktober 2016, sore hari.

Situs Batu Kenong di Desa Kreongan

Selamat sore Sahabat Kreongan ...

Masih seputar mengenai tentang sejarah yang ada di Desa Kreongan. Kali ini mengenai situs batu kenong .
Tidak dapat di pungkiri bahwasanya masih banyak dari kita yang belum mengetahui " apa " batu kenong itu.

Dalam catatan yang ada, batu kenong adalah sebuah batu yang berbentuk silender atau membulat yang mempunyai tonjolan di puncaknya. Menariknya batu ini seperti bentuk alat musik gamelan seperti kenong.

Batu ini berasal dari tradisi Megalitik di Nusantara.

Megalitik dari kata-kata, mega yang berarti besar dan lithos berarti batu. Jadi megalitikum dapat di sebut juga zaman batu besar, karena pada zaman ini dimana manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaanya yang terbuat dari batu-batu besar.

Catatan dalam versi yang berbeda, batu ini menandakan adanya atau tanda-tanda suatu peradaban manusia. Di perkirakan batu ini adalah dari peninggalan Kerajaan Majapahit.

Adapun fungsi dari batu kenong ini banyak versi, salah satu fungsinya adalah sebagai persembahan kepada nenek moyang dan menjadi pemujaan yang di buat sekitar abad X-IX M ( puslit arkenus ). Jenis tonjolan pada batu kenong mempunyai fungsi yang berbeda, contoh, tonjolan 1 adalah sebagai tanda tempat penguburan, sedangkan tonjolan 2 menandakan sebagai ompak-ompak atau alas bangunan kayu.

Batu ini dapat pula di jumpai di Desa Kamal, yaitu situs Domplang. RZ Hakim ( sejarawan Jember ) juga pernah meuliskan batu kenong dikawasan Desa Kamal tersebut yang hingga kini masih terawat dan di jaga keberadaanya di pelataran ruumah warga, Mbak Nini namanya. Pertengahan tahun 2015 yang lalu saya juga menyempatkan diri berkunjung disana, hingga pernah menuliskan sebelunya pada facebook saya . Batu-batu disana terawat baik sekali.

Di Desa Kreongan sendiri keberadaan batu kenong berada di belakang sebelah utara stadion Noto Hadi Negoro ( stadion lawas ) tepatnya di belakang kantor Dinas Pendidikan. Selain itu dapat di jumpai pula peninggalan-peninggalan sejarah lainya yang sampai saat ini masih terawat dengan baik di Musium bumi Jember.

Jangan lupa bagi kawan-kawan yang datang dan ingin melihat lebih jelas, satu pesan buat kita semua, jaga kelestarianya.

Sekian tulisan dari saya semoga bermanfaat.

Di bawah ini saya lampirkan beberapa photo tentang batu kenong yang saya jepret pada tanggal 8 Oktober 2016, siang  hari.

Dokumen pribadi. photo Batu Kenong

Dokumen. pribadi. Plang Cagar Budaya

Dokumen .pribadi. Plang Himbauan pengunjung.

Dokumen pribadi. Situs Batu Kenong di Desa Kreongan

Dokumen.pribadi. Situs Batu Kenong di Desa Kreongan


Dokumen. pribadi. Berkunjung di situs Batu Kenong, desa Kreongan

Kamis, 06 Oktober 2016

JOGJA DI SUATU SORE


Kegembiraan itu sirna seketika aku menginjak tanah Jogja, sebuah kota yang kaya sejarah tetapi kali begitu sepi. Debu-debu dari semburan Gunung Merapi melumpuhkan berbagai lini. Tak ada waktu aku bercengkerama dengan titik nol kilometer, dimana, di situ tempat aku menunggu kawan-kawan relawan yang menyambut kedatanganku. Jogja di tahun 2010 memberikan jejak-jejak yang perlu aku tulis.

Kedatanganku di sambut dengan awan gelap. Ya, Jogja kali ini di selimuti awan gelap yang pekat. Disepanjang trotoar Malioborro masih tampak sepi. Sore hari yang sedikitt mencekam, ssepanjang jalan hanya terdengar sirine ambulan yang mondar-mandir sedang membawa korban, entah bagaimana nasib orang itu aku tak begitu tahu persis sebab terhalang kaca hitam yang tertutup rapat. 
Seorang remaja bertatto di lengan kirinya menyapaku dengan ramah penuh santun atau karena ia tahu bahwa aku bukan orang pribumi yang sedang kebingungan. Ia berambut gondrong berombak, kulitnya sawong matang berbaju putih lusuh bercelana jins sepertinya ia jarang mandi dan ganti pakaian atau mungkin pakaian itu satu-satunya yang ia cintai.  Kedua dengkulnya menonjol dari celananya yang bolong-bolong.
" Kulo Sulaiman " Ia mengenalkan diri ketika kami berjabat tangan.
" Mas mau kemana, orang-orang sini ora pada keluar Mas, soalnya abu vulkanik masih tebal " tanyanya lagi. duh sopan sekali Mas Sulaiman ini, kataku dalam hati. Posisi kedua tangannya menelungkup di bawah pusar.

Aku meresponya dengan senyuman, " Saya mau ke pos pengungsian Mas, saya dari Jember " jawabku singkat. Obrolan kami tak begitu lama sebab waktu sudah mulai sore. 

Hujan turun begitu lebatnya, dari kejauhan tampak sebuah mobil pick up melaju menghampiriku. Waktu itu aku berteduh di gedung BNI. Mobil berhenti beberapa meter saja dari tempatku berteduh. Di atas pick up ada tiga orang, satu menemani sopir yang satu lagi berdiri dengan berbasah kuyup di belakang.Keduuannya sama-sama berbambut gondrong, duh kenapa orang Jogja gondrong-gondrong ya, batinku berucap.

Jogja memang kota Seniman, ini yang aku tahu dari guru esempeku. Lantaran guruku itu, aku mempunyai rasa cinta dengan kota ini. Tetapi, kali ini kedatanganku sedikit mengecewakan, rencana awal kedatanganku adalah ingin belajar lebih dalam tentang seni lukis, tapi luput dari perkiraan, Jogja waktu itu di rundung bencana.  Kedatanganku dua hari setelah meletusnya Gunung Merapi, pupuslah sudah rencana awalku ini. 

Abas, remaja gondrong berbadan ceking itu menyambut kedatanganku. Ia menjemputku setelah aku menghubungi ponselnya.Hanya sejenak kami ngobrol, mengutarakan maksud kedatanganku yang melesat dari rencana awal.

Hari mulai gelap adzan Magrib berkumandang, aku masih leyeh-leyeh di teras posyandu yang di sulapnya menjadi pos pengungsi oleh warga desa Soragan sehari sebelum aku tiba. Di situ, di sore itu baru aku menyadari aku berada di tengah-tengah warga yang terkena bencana. Mereka pengungsi dari desa Kepuharjo.
Pinje, lelaki yang baru kenal menemaniku. Tak terasa obrolan kami menembus adzan Subuh dari corong toa musholla yang tak begitu jauh dari pos pengungsi.

dokument. pribadi 2010