Minggu, 06 September 2015

Baratan part I

Hari minggu kemarin bersama keempat teman  , saya muter-muter di daerah Patrang , rencananya kami berempat bertujuan ke rembangan , yaitu salah satu tempat wisata favorit masyarakat di kota saya , berhubungan gerimis mulai turun niat ke rembangan sepakat kami urungkan mengingat di atas , di rembangan maksud saya suhunya cukuplah membekukan badan jika memang hujan turun , apalagi kesiapan logistik tidak ada yang membawa saya kira cukupalah menyiksa kami kalau seandainya kami melanjutkan naik ke rembangan  ," nah apa cuman tengak-tenguk aja diatas mas " kata Wahyu sembari mringis .

Perjalanan ketika pulang , mata saya tertuju pada rumah yang mempunyai pelataran luas , bangunannya kuno banget  sontan saja , saya mengajak teman-teman untuk mampir ya siapa tahu ada sesuatu di balik rumah itu , kata saya kepada teman-teman .

Beberapa menit kemudian , 

Saya bertemu dengan seorang laki-laki yang berusia kira-kira lima puluh empat tahunan . Dari situ kami asyik ngobrol di teras samping tempat beliau sarapan . Tidak banyak yang saya catat apa yang di ungkapkan Pak Tardjo menantu dari Mbah Sukimi itu .

Cerita-cerita Pak Tardjo saya catat singkat di buku harian saya , begini isinya :
 
 Tepat di depan saya adalah rumah kediaman Mbah Sakidun Salikhoh petinggi desa baratan pertama yang didirikan pada tahun 1830 . pada tiap tahunya di bulan ke 8 seluruh masyarakat setempat biasanya merayakan acara tilik desa di pelataran rumah tempat saya berphose , yaitu acara syukuran /acara memperingati hari lahirnya desa baratan sekaligus mengenang Alm Mbah Sakidun Salikoh dan sahabatnya yaitu Demang Proyoguno.
bersebelahan dengan rumah tersebut adalah rumah kediaman Mbah Sukimi yang kini berusia 102 thn , Mbah Sukimi adalah anak dari Mbah Merto yaitu anak ke 4 dari Mbah Sakidun Salikhoh . menurut ceritanya , konon pejabat - pejabat belanda sering kali mengadakan musyawarah mengenai akan di adakanya pembangunan - pembangunan , seperti rapat mendirikan benteng dan juga perekonomian masyarakat setempat.
mengenai acara tilik desa , di awal tahun 1880 an , tilik desa adalah sebuah pagelaran seni canmacanan kaduk , hampir sama dengan barongan dan sering kali di mainkan apabila kedatangan tamu - tamu penting dari belanda , sampai kini acara tersebut masih di lestarikan oleh masyarakat setempat hanya saja fungsi dari acara tilik desa ini bukan lagi untuk menyambut kedatangan tamu - tamu melainkan sebagai memperingati hari jadinya desa baratan dan mengenang Alm Mbah Sakidun Salikhoh beserta sahabatnya .

Jujur mendengar Pak Tardjo bercerita saya berkeinginan untuk melanjutkan riset di kemudian hari . untuk itu  tentang sejarah desa baratan saya hadirkan di edisi berikutnya .Mengingat tulisan saya di atas masih belum cukup memuaskan . 

 Terima kasih ...
dokument .pribadi .

Rabu, 02 September 2015

Partner Kecilku

Dia pandai menyembunyikan masalah meski yang aku tahu kegelisahan dalam hatinya meluap-luap bak kepulan asap yang menyumbul dari bibir kawah kelud . Raut wajahnya sekilas tampak setenang hamparan ratusan hektare cabai di lerengnya .

Di suatu pagi yang dingin sebangun dari tidurku , aku melihatnya ia sedang duduk sendirian menatap patmasana yang berdiri kokoh menjulang ke langit berkabut di balai dalem . Entah apa yang membuatnya menatap tajam-tajam pada bangunan itu , bangunan yang setiap harinya di gunakan sebagai penyembahan untuk sang pencipta jagad raya . Tatapanya kosong melompong agh mungkin sedikit kacau atau apalah aku tidak begitu paham benar jalan
pikiranya .

Aku menghampirinya dengan langkah pelan sepelan kura-kura merambat di bebatuan yang lembab agar tak membuatnya terperanjat kaget . Suasana pagi di desa ini memang nyaman untuk sekejap melamun , keheningan yang hanya di pecahkan oleh kemeresak dedaunan  , suara burung saling bersautan benar-benar mengisyaratkan kedamaian dan ketenangan yang  jauh berbeda dengan suasana kota yang selalu bising .

Melewati candi bentar atau pintu masuk tampak raut wajahnya sayu bersandar di salah satu penyangga madya mandala  aku tidak ingin ia kaget karenaku , tek..tek..tek.. suara itu semakin jelas tertangkap telingaku , menepuk ringan ranting kering pohon petei temponya rata pada paving . Bongkahan-bongkahan batu itu membuat kakiku sedikit nyilu , bongkahan batu yang akan di susun menjadi sebuah panglurah oleh masyarakat setempat nanti siang salah satunya aku tendang  ,  wah apes .

Agung anak satu-satunya Pak Nari aku biasa panggil ia Pak kumis , penjaga sekaligus perawat di kawasan pura argasari yang berkumis lebat  , badannya kurus tinggi , kulitnya putih kalau kita tidak jeli menatapnya mungkin mengira ia adalah seorang indo atau keterununan tionghoa sebab kedua matanya sipit seraya ngantuk . Tapi siapa sangka di balaik londeknya ia mempunyai otot-otot kuat membawa bertumpuk-tumpuk rumput yang ia bawa setiap hari dari lereng ke kandang kambing miliknya .
" ono opo kok isuk-isuk ngelamun ,ada apa kok pagi- pagi sudah melamun " sapaku pelan .
" hehe , ora mas mung cuman sitik mikir pye lek di tinggal sampean muleh , pulang ke jember ? jawabnya . sekilas kedua matanya masih tampak sayu .



Pura Argasari yang di bangun oleh Institut tehknologi surabaya bersama  Uneversitas Airlangga  pada tahun 1996 yang di rehabilitasi oleh Badan otonom Ormas Orang Indonesia  ,  oi crisisi center – OCC pada tgl 9 april 2014 paska erupsi g. Kelud 13 februari 2014.
Argasari yang bermakna Arga = jiwa , Sari = di ambil dari nama Mbah Sari  ,

(..... sepenggal cerita dari novelku Gung )

Waduh , kenapa aku tiba-tiba ingat kamu Gung , kawan kecilku yang setia . Dulu kita sering menghabiskan waktu sembari ngobrol ngalor ngidul di pura argasari tempatmu sembahyang ya . hehe aku jadi ingin ke Kediri Gung , mungkin kali ini kau tampak lebih dewasa Le .Yang jelas usiamu tak sebelia dulu sewaktu kita kluyuran di situs gajah yo Le .


dokument pribadi , Agung di situs watu gajah kediri .
                                Catatan : tulisan buat Agung yang ada di Desa Kepung , Kab Kediri .


 
dokument pribadi , Agung di waduk siman .
 Catatan : tulisan buat Agung yang ada di Desa Kepung , Kab Kediri .

( kedua foto di atas saya jepret sewaktu kami berdua blusakan di daerah desa kepung ,kediri )


Selasa, 01 September 2015

Laskar Durian '14



Tanggal 5 November 2010 , 

Kedatanganku disambut oleh gumpalan-gumpalan asap tebal keabu-abuan membentuk awan yang menyelimuti seluruh kawasan kota Jogja . Di berbagai lintasan sesekali tumpukan debu-debu diterbangkan oleh sapuan mobil ambulance yang sekali melintas teramat memburamkan pandangan mataku , dan entah sudah berapa banyak orang yang di evakuasi oleh truk-truk team rescue yang mondar-mandir mengangkut puluhan warga ke titik radius 25km , zona aman . Taman-taman bunga tidak lagi menyuguhkan kesegarannya , pucat dan lusuh . Di titik nol kilometer baru aku sadari bahwa ini bukan mimpi  , saat ini aku di tengah-tengah kota besar nan kaya sejarah yang sepi . 

“Mas ,posisi saya udah di jogja ,di depan gedung BNI“
 aku mengabarinya lewat ponsel milik seorang relawan  , mahasiswi asal ISI yang aku pinjam.
“ Ok , Mas bos , tunggu situ , ntar lagi tak jemput “ jawab Abas singkat . yang nomor handponya ku dapatkan dari Mas Darmanto ketika aku mengunjunginya sebelum pemberangkatanku , waktu itu aku di kota ngawi . 

Di depanku ,  mobil pick up melesat dengan cepat lalu berhenti selang beberapa meter saja dari tempatku berdiri . Si badan kurus berambut gondrong berombak melompat dari bak belakang pickup dan sigap menjabat erat tanganku dengan senyuman ramah , Abas dan keempat temanya menjemputku. Ketebalan debu vulkanik pada body mobil menipu penglihatanku ,” astaga ternyata mobilmu warna aslinya biru metalik toh , saya kira abu-abu mas ..” kataku .

Di pos pengungsian , aku bertemu dengan banyak volunteer yang berdatangan dari berbagai kota . Asal mereka dari kota cilacap , purwokerto , bekasi ,Jakarta , bojonegoro , lamongan , jombang tumpek blek di pos induk pengungsian di Soragan , ngestiharjo kecamatan kasihan  , kabupaten bantul.
 
Debu tebal juga terlihat masih menyelimuti pelataran posko ketebalanya kira-kira lima centimeter , pemandangan yang jarang sekali aku temui , di kotaku pernah mengalami hal yang serupa waktu itu ketika aku masih kecil , kata kakekku , ini abu vulkanik dari letusan gunung semeru yang terletak di daerah kabupaten lumajang , jawa timur . Suatu gunung tertinggi di pulau jawa dengan ketinggian puncak 3.676 meter di atas permukaan laut atau 12.060 kaki dan juga salah satu dari tiga gunung tertinggi di Indonesia setelah gunung kerinci yang ada di pulau Sumatra dan gunung rinjani di nusa tenggara barat.

Di depan posko sebuah bener ukuran besar tertampampang bertuliskan POSKO KEMANUSIAAN OI CRISIS CENTER lengkap dengan logonya  ,   ada sekitar 178 kepala keluarga berstatus pengungsi , bocah usia belasan tahun sampai usia lanjut bahkan ada beberapa bayi dan sekitar 30an volunteer. Dengan rasa tanpa ragu aku mulai meleburkan diri dan  bergabung dalam team mereka . Sepertinya aku harus gegtol belajar dari mereka , para relawan . 

Hari pertama yang menjenuhkan pikirku , selain rapat koordinasi team pemetaan sekaligus penyusunan program yang akan kami realisasikan untuk beberapa hari ke depan . Aku mendapat tugas sebagai team pendataan . Sempat dalam benakku timbul keraguan menjalankan tugas ini sebab mungkin kurang extreme atau apalah yang jelas aku kontras dalam hal berpakaian formal , aku mengangan-angan tugas yang aku emban sepertinya mirip petugas sensus atau mungkin petugas pemilu yang melilitkan kartu identitas pada lehernya  , huf ini benar- benar menyebalkan .

Keesokan pagi jam 08.15 , aku bergegas menanyakan semua hal yang bersangkutan dengan keposkoan , hanya bermodal gagah dengan kartu identitas dan beberapa lembar kertas berkolom di atasnya terbaca “ DATA PENGUNGSI BENCANA GUNUNG MERAPI “  , di alenia kedua bertuliskan  “ POSKO INDUK DI SORAGAN DESA NGESTIHARJO KECAMATAN KASIHAN KABUPATEN BANTUL “ . Aku temui mereka satu persatu di aula yang berdampingan dengan posko logistic atau tempat kami rapat harian dan ku tanyakan mulai dari nama , umur , jenis kelamin , kepala keluarganya , alamat , jenis penyakit bagi yang terjangkit , ha-ha  hal ini mengingatkanku sewaktu interviu perusahaan distributor sewaktu aku di bali . 
Menurut info yang aku dapat dari berbagai media , gunung merapi banyaklah menyimpan sejarah , dengan ketinggian puncak 2.968 meter di atas permukaan laut pernah meletus sebelumnya pada 1548 , letusan terdahsyat, sedangkan saat kedatanganku pada tahun 2010 adalah letusan terbesar sejak tahu 1872 yang menurut catatan Badan meteorology  , klimotologi dan geofisika korban hingga mencapai 273 orang .

Sebelumnya kabupaten bantul kocar-kacir  akibat gempa bumi dengan kekuatan  skala 59 ricter pada tahun 2006 yang menewaskan kurang lebih sekitar 600 an korban jiwa dan juga banyak warga yang terluka . Hal yang sama gempa bumi besar terjadi jauh sebelumnya pada tahun 1867 yang menewaskan lebih dari 2000 jiwa dan sempat merusakan sebagian arsitektur bangunan istana kepresidenan yang berada di sepanjang ruas dari keraton sampai tugu jogja .

Gedung bekas kediaman Ir.Soekarno pada saat Jogja menjadi ibu kota Negara pada tahun 1946 sampai 1949 , sebelumnya adalah tempat residen gubernur belanda , yang di teruskan oleh Koochi zimmu kyoku tyookan penguasa jepang pada tanggal 5 januari 1946  , dalam versi lain yang pernah aku baca dari seorang blogger dalam tulisanya , benteng tersebut di kuasai belanda pada agresi militer belanda II selanjutnya pada tanggal 9 agustus 1980 penandatanganan piagam perjanjian pemanfaatan bebas benteng oleh Sri Sultan Hamengku Buowono IX dan mentri pendidikan Dr .Daoed Joesoef yang kemudian pada tahun 1984 di fungsikan sebagai museum perjuangan nasional oleh Noegroho Notosoesanto dan di serahkan kepada Departemen pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia untuk mengolahnya .

Di bawah pohon papaya aku melihat mereka , para pengungsi dengan mimik wajah murung dan lesuh yang menyimpan banyak keprihatinan mendalam , bocah yang di teteh ibunya itu menangis sesegukan pas dengan tatapan mata seorang ibu yang kosong mungkin ia lapar , kedinginan atau mungkin beberapa tubuhnya ada yang sakit aku tidak begitu paham .

Asap itu terus membumbung tinggi melawan derasnya hujan  yang kerap kali memaksakan kedua mata kami mengedipkan kelopak mata akibat perih .Suana riuh sore hari di dapur umum , satu persatu gelondongan kayu di sodorkannya dalam tungku yang kami siapkan sehari sebelumnya dari batu bata . Gelak tawa ibu-ibu melibas tuntas keterpurukan yang di alaminya  , keakraban dalam membangun keluarga baruku . 

Kali ini giliran regu C menyiapkan masakan untuk makan malam nanti yang beranggota lima orang , tampak dari kelimanya masing –masing memeliki berkepribadian kucel dan humoris tinggi sontan saja suasana dapur umum mirip sekali pasar malam , gelak tawa mereka memekakkan telinga kami  , mereka menyebutkan dirinya team rempong . Urusan dapur umum kami serahkan sepenuhnya pada pengungsi wanita dan kami membagi mereka dalam tujuh regu yang nantinya mendapat giliran menyiapkan masakan untuk setiap harinya .   











dokument pribadi . jogja 2010



Tanggal 16 Februari 2014  , pukul 13.10 .

Di dusun panggung sari pasir berkerikil menutupi sepanjang jalan setebal sebelas centimeter . Jalan yang berkelok di tengah – tengah ladang cabai membuat hati ini semakin berdegup kencang . Ampun dah jika seandainya si sopir tak menguasai medan ya bisa jadi pickup yang  kami tumpangi terperosok jurang  , sebab jalan yang pasir yang bercampur kerikil sering kali membuat kedua ban belakang mengalami selip sehingga terpaksa bekali-kali mendorongnya sampai nafas kami terengah-engah . 

Sesampainya , aku dan kelima kawanku sejenak melepas lelah sembari memandangi gunung kelud yang masih terlihat asapnya mengepul-ngepul . Langit cerah namun sama sekali tak mendung kami bergegas mendirikan tenda darurat yang bertujuan untuk pengamanan kawasan kampung . Maklum , dalam situasi genting seperti ini semua warga harus di ungsikan dan biasanya di saat itulah kerap terjadi penjarahan oleh orang- orang tak bertanggung jawab .Biasanya bentuk yang di jarah berupa hewan ternak atau barang-barang elektronik , motor dan apapun yang menurutnya berharga .

Tenda sudah berdiri tepat di bawah pohon kelengkeng bersebelahan persis di pintu masuk sebelah kiri Sekolah Dasar Kebonrejo II . Dari sini gemuruh gunung kelud masih terdengar jelas , asap hitam masih membumbung tinggi menutupi bintang-bintang yang berserakan di pekat gelapnya malam  , di Jogja kawan-kawanku menyebutnya wedus gembel . Pemandangan itu sesekali membuatku takjub terkadang juga membuatku takut . Pernah aku berhasrat lari sekencang-kencangnya saat bibir kawah menderu dan menyemburkan isi dalam perutnya tetapi apalah daya jalan yang gelap membuat aku pasrah terpaku begitu saja .

Beberapa menit kemudian , blaaaarrr … kepanikan kami tak satupun orang ada yang menyangkal . Kami berlari berhamburan semburat bak kawanan domba mendapatkan gertakan oleh majikan , aku yang terbirit –birit bak kawanan atlit dalam pertandingan marathon , gunung itu meletus kesekian kalinya dalam dua hari ini .

Kerikil-kerikil panas itu menghujani tempat perlindunganku , satu kawanku berteriak kencang mungkin gugup “ mati aku.. “ terdengar olehku teriaknya berkali-kali , nadanya tinggi tak bertempo . Dibawah meja milik salah satu warga aku menatapnya pasrah . Ya Allah , hanya itu yang aku ingat . Asap itu membuat dadaku semakin terasa sesak , debu- debu terbang memburamkan pandanganku dari kejauhan yang aku dengar hanyalah “ mati aku ..” tapi kemana kali ini aku tak tahu dimana posisi ketiga kawanku . Dibelakang agak jauh sekitar sepuluh meteran terlihat samar –samar sesosok tubuh dengan posisi telungkup tepat di bawah meja milik Pak Misto yang aku kenal setelah beberapa hari kemudian aku bertemu dengannya . Apa yang ia pikirkan sama sekali aku tak paham , ketika aku Tanya keadaanya ia hanya menjawab “ mati “ jawaban yang membuatku semakin panik , kurang ajar .

Degub jantungku semakin kencang saat gemuruh itu semakin terdengar keras dan blaaarr… dentuman kesekian kalinya membuyarkan hasratku yang sedari tadi ingin berlari . Bagaimana aku harus berlari toh jarak antara tempatku berlindung ke jalan kota masih lima kilometer sedangkan di sepanjang jalan gelap gulita yang terlihat hanyalah bayangan –bayangan pohon petai yang menjulang .

Dari kejauhan lampu dem menyorot lorong di samping tempatku berlindung semakin lama semakin mendekat kami medekatinya , mobil team SAR menyelamatkan nasib kami .

Tanggal 23 Februari 2014 , kami kembali ke tenda yang beberapa hari yang lalu kami dirikan . Disepanjang perjalanan tampak deretan rumah-rumah roboh di bagian atapnya , ada yang hanya tertinggal tiang antenanya yang berdiri tegak di tengah-tengah reruntuhan , beberapa motor yang tinggal kerangka , televisi 21 inc yang pesok  , di kanan –kiri jalan terpampang banyak tulisan yang bertujuan untuk menarik simpati para pengunjung “ MAAF INI BUKAN KAWASAN WISATA BENCANA! JANGAN MACAM-MACAM ! “ di tembok gardu tepat di simpang tiga sebuah kalimat yang di tulis dengan arang “ KAMI BUTUH MAKAN BUKAN BUTUH PHOTO “ , sepertinya hanya kedatangan kamilah yang  di sambut baik dengan mereka , mungkin apa karena kita team relawan ya bro , kata salah satu kawanku .

Hiruk pikuk warga merubungi pos kami bak kawanan tawon , pendistribusian logistik sekaligus pendataan warga . Hal serupa yang terjadi pada pos relawan dari pemuda anshor yang juga penuh dengan warga  yang hendak memeriksakan kondisi kesehatanya  , selanjutnya  tenda bertuliskan pos kesehatan PMI sedang membagi vitamin pada bocah-bocah yang sedari tadi antri menunggu giliranya tiba .

Sebagian besar warga menangis pilu meratapi lahan cabainya yang gagal panen . waktu itu sebenarnya musim panen cabai dan durian serta sayur maklum , tetapi inilah kehendak Tuhan kami hanya pasrah dan berusaha untuk bangkit Mas , kata salah satu warga kepadaku .

sekitar 309 hektar lahan cabai penduduk setempat rusak total dan 215 rumah ambruk  , kontan saja setiap pagi dan sore tenda darurat yang kami dirikan untuk pengungsi spontan beralih fungsi sebagai penyimpanan durian yang di kumpulkan warga karena gagal panen , beberapa kawanan relawan menyebut kami laskar durian karena seringnya kami bekerja sambil nenteng durian yang berserakan tak jauh dari pohonya  , satu-satunya desa penghasil sayuran dan spesialis durian .

Kota Kediri yang memiliki 21 kecamatan dan 344 desa secara geografis di Jawa timur yang berbatasan dengan kota ngajuk dan kota jombang , bagian timur berbatasan kota jombang dan magelang , bagian selatan berbatasan dengan kota blitar dan tulungagung sedangkan bagian barat berbatasan dengan sebagian kota nganjuk , madiun , trenggalek dan sebagian tulungagung .

Posko kami berada kurang lebih sekitar 6km dari gunung kelud tepatnya di desa kepung 30 km dari kediri kota , jika malam suhunya cukuplah membekukan sekujur badan dengan rata-rata curah hujan 1.898 milimeter dan bersuhu udaranya 28 derajat celcius .

di lain kawasan gunung kelud pada malam hari ,  kami meyusuri sungai brantas yang banjir akibat pendangkalan yang di sebabkan oleh endapan pasir akibat muntahan pasir gunung kelud yang mecapai jutaan meter kubik  , di sepanjang bantaran juga benyak warga yang mengungsi sedangkan harta benda mereka tidak sedikit yang terbawa arus banjir , pemandangan yang ironis .


dokument pribadi 2014. laskar durian


Dalam catatan kecilku , aku menuliskan juga beberapa tradisi warga di kecamatan ngadiluwih , sewaktu jadwal tugasku lenggang . Roni bocah SMP kelas satu setia menemaniku menghadiri pertunjukan Tiban , yaitu acara berdo’a bersama meminta hujan yang kemudian di lanjutkan atraksi-atraksi yang di pertontonkan oleh warga , memang benar beberapa bulan ini desa kepung jarang turun hujan , pertarungan dua orang dengan senjata pecut atau cambuk dengan penilaian siapa yang di cambuk berkali-kali tanpa bekas itulah yang menang  , biasanya acara ini di adakan stiap bulan muharam  , bulan suro . lumayan buat peregangan pikiran yang sudah dua bulan aku di hadapkan tugas-tugas berat keposkoan .

Sejarah mengenai Jayabaya yang terletak di desa Pamenang , kecamatan Pagu yang terletak 7 km dari pusat kota kearah timur terdapat pemakamannya yang selalu ramai di kunjungi oleh para berziarah pada malam- malam tertentu  , Mas Duren aku menyebutnya juga menemaniku di kala pengungsi rehat pada malam hari .
Mas koreng membawaku ke candi surowono yaitu peninggalan majapahit yang terletak 12 km an di sebelah timur kecamatan pare 17km dari posko kami . 

Pagi- pagi sekali kelima laskar durian , team pemetaan mengadakan pendakian guna memastikan keamanan gunung kelud tiga bulan yang lalu menyemburkan isi dalam perutnya . dan aku masih punya jadwal rutin di pagi ini yaitu setia mencicipi durian milik Pak Bendot yang sejak malam sudah tersedia untuk kami .

  

dokument pribadi 2015 , laskar durian .