Selasa, 27 Desember 2016

Selamat Ulang Tahun Sayang.


Hai, Ida, sepertinya burung-burung itu membawakan kabar baik untukku. Dimana aku saat ini hampir lupa bahwa kau terlahir di tanggal 27 Desember 1980, tepatnya Hari ini.

Aku mengenalmu setahun yang lalu persis di saat-saat aku membutuhkan suara bening dari seorang hawa. Saat itu kau datang tepat waktu di kala aku terpakur dalam sejarah kelam yang baru saja aku kubur di kubangan .... dalam sekali aku mengkuburnya.  

Setahun lebih sudah kita bercengkerama lewat dunia maya, entah sampai kapan dan bagaimana akhir sebuah cerita cinta yang kita rajut kedepan menjadi dunia nyata yang sekiranya bukan lagi dalam dunia mimpi atau apalah namanya, aku tak tahu.

Nda, beberapa menit yang lalu aku sempat terperanjat dari tempat tidurku. Dimana waktu itu aku sedang membaca sebuah buku novel tentang kisah asmara seorang lelaki desa, ia seorang penjual tempe. Tidak hanya itu ia juga seorang mahasiswa Pasca Sarjana di Al-azar, Mesir. Singkat cerita, kisah lelaki desa penjual tempe itu diam-diam mencintai seorang wanita keturunan Jerman yang berakhir pada jenjang pernikahan. Duh, Nda, berat betul ternyata menjalin sebuah cinta. Adakalanya kita sama-sama bosan dengan fase dimana kita saling di hadapkan sebuah problema yang memancing kedua hati untuk bercek-cok.

Tapi Alhamdulillah, semua itu kita bisa mengatasinya dengan baik sekali tanpa harus mengorbankan sesuatu apapun. Kau sama persis dengan cerita si Maryam, wanita keturunan Jerman yang dicintai lelaki desa penjual tempe itu. 

Hai Ida, keberapa tahun kau merayakan hari lahirmu sekarang ? 

Aku hanya bisa mengucapkan semoga kau sehat-sehat saja di sana, di Hongkong di suatu negeri yang terkenal dengan sebutan negeri paling sibuk sedunia. Dimana disana jutaan manusia selalu dihadapkan dengan waktu kerja dan kerja. Mungkin kau seperti robot bernyawa yang hijrah dari Negeri Khatulistiwa.hehe ...

Ida, kisahmu membuat aku semakin giat menaruh hati padamu. " Selamat ulang tahun, sayangku ". Ada sebuah foto yang pernah membuat aku khawatir. Waktu itu kau mengkabarkan di negeri tempatmu berada sekarang mendung lebat sehingga hari itu juga kau ambil cuti kerja. Ah , itu membuat aku khawatir sekali. Tapi dua hari kemudian kau kabarkan " aku baik-baik saja Imamku ", tenanglah aku mendengar berita itu darimu.

Sampai disini sajalah catatanku untukmu, Ida. Sebuah catatan yang sederhana tetapi cukuplah dapat mengisi ruang waktu kosongmu hingga nanti ketika kau membacanya bibirmu akan tersenyum. 

Dariku, lelaki desa.


Foto dari album pribadi Ida Ermawati

Senin, 05 Desember 2016

KREONGAN


Mungkin " ben pas " rasanya apabila disini sedikit saya tambahkan catatan mengenai asal kata" Pandhalungan ". Sebab berbicara Wilayah Kreongan tentunya juga gak luput dengan Budaya tersebut.

Pada awalnya, Kreongan adalah daerah yang banyak di jumpai gumuk yang di kelilingi oleh pepohonan dan sungai yang mengalir membelah kota. hal ini pernah saya singgung sebelumnya pada tulisan " analisis sejarah Kreongan " . Disitu disebutkan bahwa, jalan aspal di Kreongan itu banyak di jumpai tanjakan, unggak- unggakan, dalam istilah bahasa Jawanya. Ini bukti kalau dulunya,kultur tanah Kreongan adalah memang gumuk atau perbukitan. 

Singkat cerita,...

Lambat laun, Kreongan menjadi pemukiman oleh segelintir manusia. Padatnya penduduk di Kreongan yang terjadi puluhan tahun kemudian di sebabkan oleh adanya potensi alam yang sangat mendukung koyok tanah subur dan sangat cucok di buat berkebun dan aliran sungai untuk irigasi persawahan yang pada akhirnya ming-imingi banyak orang untuk berdatangan di Kreongan. Para migran dari kedua suku ( Jawa dan Madura ) itu berbaur sehingga terciptalah budaya baru yang di sebut Pandhalungan itu.

Trooosss, Pandhalungan iku opo pas ?

Lah iki yang perlu kita ketahui bersama, dalam catatan yang ada Pandhalungan berasal dari kata " Dalung " yang berarti periuk besar. Pandhalungan yoiku periuk besar untuk memasak dan mematangkan berbagai menu masakan dan peleburan banyak hal. Pada perkembangannya, Pandhalungan adalah sebutan khas gawe masyarakat dan kultur tapal kuda di Jawa Timur, yang dalam bahasa tempo doeloenya disebut Java Oosthoek. Tentu saja, Kreongan termasuk di dalamnya, soalnya Kreongan sebagian kecil dari Jember.

Ciri-cirine Masyarakat Pandhalungan opo Mas Bro ?

Sek..sek tak pikir diluk,..

1) Masyarakatnya cenderung bersifat terbuka dan mudah beradaptasi.
2) Sebagian besar lebih bersifat ekspresif, cenderung keras, transparan, dan tidak suka berbasa basi.
3) Memiliki ikatan kekerabatan yang relatif kuat, ( mangkakno lek enek masalah, masyarakat Kreongan lebih beramai-ramai atau keroyokan, gotong-royong yang kuat untuk menyelesaikannya )
4) Adanya tradisi lisan ( seneng ngobrol, san-rasan ).
5) Adanya tradisi dan mitos.

Wes, cukup kiranya catatan hari ini tentang Pandhalungan.

Foto, Orang Jawa dan Madura bergaul main kartu. Salah satu ciri masyarakat Pandhalungan yang gampang berbaur.
Foto di jepret oleh Ervan Lare Jember , tanggal 4 Desember 2016 , dari buku " Djember Tempoe Doeloe " karya Dukut Imam Widodo.

Dokumen .Pribadi.

Kamis, 01 Desember 2016

KREONGAN


- Bahasane Wong Kreongan -
" Kon arep lopo pas ? ",
Begitu mungkin salah satu contoh pola bahasa yang di gunakan masyarakat Kreongan.


Bahasa yang di gunakan kesehariannya sedikit banyak mempunyai logat yang atos, kasar. Sebenarnya bahasa di Kreongan ada tingkatan-tingkatanya, seperti bahasa Jember pada umumnya sebab, Kreongan adalah bagian kecil dari Kabupaten Jember, ada bahasa Jawa kasar atau ngoko ada juga bahasa alusnya atau kromo inggil begitu juga dengan bahasa Maduranya. Hanya saja bahasa Madura mengucapkanya lebih tegas beda dengan bahasa Jawa yang cara pengucapanya kalem.

Perpaduan logat Jawa dan Madura inilah yang di sebut Pandhalungan. Loh kok ngono ?, yo iso aelah bro lawong ini salah satu dampak migrasi terhadap dinamika budaya sehingga lambat laun terjadi akulturasi budaya dan menghasilkan budaya baru, nah budaya baru ini yang kita sebut pandhalungan.

Sejarah mencatat tahun 1859 perkebunan di Jember mulai dirintis. Dalam waktu yang relatif singkat, banyak berdirilah perkebunan swasta. Kehadiran perkebunan ini membawa banyak perubahan terutama pada sosial dan ekonomi. Saking banyaknya perkebunan swasta di Jember maka terjadilah gelombang migrasi besar-besaran dari daerah Jawa dan Madura tumpek blek di Jember, mereka tersebar sampai di wilayah Kreongan .

Di Kreongan para migran membawa dan mengembangkan masing-masing budayanya di daerah baru ini tempat mereka bermukim. Menariknya, dari sinilah akulturasi budaya Pandhalungan itu terlahir. Coba deloken Bro, bukti adanya akulturasi budaya bisa kita jumpai adanya kesenian jaranan, can-macanan kaduk dan musik patrol, yang secara otomatis merembet pada bahasa kesehariannya.

Weslah, ketoke kedawan tulisane. Saya kira cukuplah catatan mengenai sejarah bahasane Wong Kreongan.
Lek sek onok sing gak puas yo ayo di lek-goleki maneh gae mbah-tambah pengetahuan hehe ...

Salam Budaya.