Rabu, 23 Maret 2016

Dalam Remang



Seandainya waktu bisa menjawabnya, bisa jadi dua hati itu saling berdegup kencang di ruangan yang sedikit pengap. Saling membenturkan dahsyatnya rindu yang tersembunyi di antara hati keduanya.

Kang Mas di landa rindu yang dahsyat, di setiap butiran-butiran embun ia memelototinya seakan-akan wajah ayu sang pujaan berada dalam beningnya butiran-butiran itu. Tampak dedaunan berasa segar, atau mungkin  merasa gigil. Uh, wajah ayu itu semakin tersnyum di kala aku mendekati butiran-butiran beningnya di ujung dedaunanNya. 

Di lain waktu, ia terpampang pada langit-langit ruangan yang sedikit pengap, sepertinya sedang meliuk-liukan tubuhnya, atau mungkin sedang menarikan tarian lahbako. Rambut sebahu yang melambai ibarat rumbai-rumbai yang tertiup angin senja di ujung bukit. Entahlah, ia sangat menggodaku sekali malam ini. Pupus rasa kantukku sembari menghisap dan menghabiskan berbatang-batang rokok. Jemarinya bermain entahlah mungkin kami saling merindu.

Di lain waktu, aku petikkan senar gitar. Tentunya lagu cinta, seperti yang di nyanyikan bocah-bocah kampung saat sepulang sekolah. Mungkin dia sedang puber, atau PDKT dengan perempuan sekelasnya hingga yang aku dengar penghayatan yang luar biasa meski yang sebenarnya suaranya tak begitu semerdu sekawanan burung-burung bersiul menyambut indahnya pagi. Eh , wajah Ida datang dan terus datang lagi.

Kang Mas mampu berharap, kita di pertemukan dalam remang-remang di sudut ruangan ini. Tetapi berbicara kondisi, ia yang tak mampu memenuhi keinginan. Tentunya, sedikit gelisah dengan waktu.

*** Sebuah tulisan singkat menyatakan dahsyatnya kerinduan, hubungan mesrah dua sejoli yang tersembunyi di balik qolbu.


Dalam remang, foto dokumen pribadi. di ambil di Rumah Baca Gubuk Sumringah 4 thn yang lalu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar